Kelompok enam

Kelompok enam

Kamis, 23 Februari 2012

Cara kerja pesawat


Pertanyaan : Bagaimana kamu dapat menjelaskan bahwa sebuah pesawat terbang dapat diketahui setiap saat posisinya atau koordinatnya, kecepatan serta percepatan terbangnya oleh operator yang ada di bandara?
Jawaban :
·         Dengan menggunakan IRS.  IRS adalah singkatan dari Inertial Reference System,yang merupakan salah satu contoh atau nama lain dari Inertial Navigation System.Kuncinya adalah pada perkataan inertial, artinya berbasis inersia yaitu keengganan berubah kondisi, misalnya semakin besar inersia (mass) sebuah benda semakin kecil percepatan yang berlaku padanya bila diberi sebuah gaya dengan besaran tertentu.Untuk tujuan navigasi, inrsia yang dimaksud adalah keengganan sebuah giroskop (gyroscope) atau sebuah massa yg berputar sekitar sebuah sumbu, untuk mengubah arah subunya. Misalnya sepeda yang bergerak (rodanya berputar) tidak mudah jatuh karena sumbu putar roda enggan diubah. Jadi utk benda seperti pesawat terbang yang bergerak diruang 3 D dengan mencatat semua perubahan arah sumbu giroskop maka semua percepatan yang terjadi pada pesawat dapat dicatat, karena perubahan arah hanya bisa terjadi bila ada gaya yang beraksi padanya dan ini akan direkam oleh perubahan arah sumbu giroskop. Kemudian karena kecepatan adalah integral dari percepatan, dan jarak tempuh (serta arahnya bila semua komponen gaya diketahui) adalah integral dari kecepatan maka sejarah pergerakan pesawat diruang 3 D bisa dihitung dengan akurat. Karena pada awal penerbangan lokasi pesawat diketahui maka pada setiap saat lokasi pesawat juga bisa dihitung dan diketahui.
·         Satelit GPS memancarkan secara kontinyu apa yang disebut sebagai ranging signal yang dapat digunakan oleh PENGGUNA untuk menentukan di mana mereka bertanya. Artinya, apabila tidak ada receiver GPS untuk menghitung posisi pengguna/user tersebut, posisi orang tersebut tidak akan diketahui.


1. GPS di bidang penerbangan.

Sesungguhnya prinsip teknologi yang digunakan GPS ini sudah exist cukup lama di bidang penerbangan. Prinsipnya persis sama dengan DME (Distance Measuring Equipment), oleh komunitas yang bergerak di bidang navigasi, dikenal dengan istilah rho-rho ranging atau distance-distance ranging. Dan seperti DME system, GPS operation adalah line-of-sight operation yang artinya apabila anda tidak dapat melihat pemancar sinyalnya entah karena terhalang tembok ataupun karena bumi itu bulat, kita tidak bisa menggunakan sinyalnya.
Karena letak DME station di permukaan bumi (yang bulat), hal ini membuat DME sangat terbatas jangkauan operasionalnya. Selain itu, karena perhitungan distance dengan DME menggunakan sistem interogasi, kapasitas nya juga terbatas.
Lahirnya GPS yang ditempatkan di angkasa dibandingkan stasiun DME yang ada di darat, memungkinkan jangkauan global untuk penentuan posisi. Selain itu, akurasi GPS juga memungkinkan untuk mencapai apa yang dikenal sebagai RNP (Required Navigation Performance). Lahirnya GPS telah membuka suatu wawasan baru untuk dunia aviasi, akurasi selama enroute dan approach juga lebih terjamin.

2. GPS vs INS

Dalam dunia navigasi, kita kenal 2 metode untuk menentukan lokasi user: position fixing dan dead reckoning. Contoh position fixing system adalah GPS, DME, VOR, etc. Contoh dead reckoning adalah pemetaan, timing dan INS.
Dead reckoning adalah suatu cara penentuan lokasi user dengan menggunakan informasi tentang posisi awal dan kecepatan (atau percepatan). Contoh paling sederhana adalah apabila kita tahu bahwa pesawat kita bermula dari Soekarno-Hatta di koordinat sekian, dengan mengetahui kecepatan dan arah terbang kita (dan menggunakan informasi angin), kita bisa menghitung posisi pesawat tersebut setelah sekian menit terbang.
Dalam pesawat ada yang disebut sebagai INS - Inertial Navigation System. System ini terdiri dari 2 komponen sensor utama, akselerometer dan gyroscope. Akselerometer mengukur percepatan gerak pesawat dan gyroscope menentukan rotasi pesawat (nose up/down, roll left/right, yaw left/right).
Walaupun INS self-contained (artinya dapat digunakan tanpa ada bantuan dari alat eksternal - bandingkan dengan GPS yang membutuhkan satelit), tetapi akurasinya sangat rendah. Bayangkan ketika anda tidak mengetahui posisi awal anda dengan sangat akurat (misalnya anda awalnya sebenarnya berada di Halim tapi anda mengira anda ada di Soekarno-Hatta), atau anda tidak mengetahui arah terbang anda dengan akurat (misalnya anda kira anda terbang di heading 090 sementara sebenarnya anda terbang di heading 089), setelah 1 jam terbang, perkiraan anda tentang di mana anda berada bisa melenceng jauh dengan kenyataannya.
 INS yang ada di pesawat walaupun sangat akurat, setelah 1 jam terbang juga memiliki error yang cukup significant. Harga INS yang ada di pesawat, satu set sistemnya bisa mencapai harga ratusan juta rupiah, dan di setiap pesawat punya beberapa set sistem ini untuk redundancy (umumnya 3).
Lahirnya GPS system dapat membantu untuk mempertahankan akurasi solusi navigasi yang dihasilkan. Hal ini dapat digambarkan demikian. Misalnya anda mengira anda terbang di heading 089 padahal anda terbang di heading 090. Setelah 1 jam terbang anda bakal mengira anda di satu tempat yang berbeda dengan tempat anda sebenarnya berada.

Namun, dengan adanya GPS, anda bisa membandingkan posisi yang diberikan GPS dan posisi yang anda ukur dengan dead reckoning, kemudian mungkin anda bisa mengambil rata-ratanya (ingat GPS juga tidak error-free: ada level akurasi nya).